Perawakannya kecil, hitam gosong mungkin karena sering terkena matahari, tapi cukup gesit dan kuat untuk berjibaku melawan jamaah-jamaah lain berbadan besar berebut tempat mencium Hajar Aswad.
Sudah dua tahun Muhammad Hanif (32) tinggal di Mekah dan menjadi joki Hajar Aswad. Pekerjaan utamanya, pelayan di hotel melati dua kilo dari Masjidil Haram. Menjadi Joki, akunya, hanya sambilan.
“Kerja di Mekah sekarang sulit, pemerintah Saudi sedang fokus memberikan kesempatan kerja kepada orang asli Arab,” kata Hanif berkisah.
Harga-harga barang yang makin meningkat membuat dirinya putar otak untuk menambah penghasilan. Salah satunya, menjadi Joki Hajar Aswad.
Hanif mengaku bekerja berdua sebagai tim. Kawannya bertugas membuka jalan, sedangkan dia menempel jamaah agar tidak terseret arus.
Untuk mendapatkan konsumennya, agar tidak ketahuan askar, dia berlagak seperti jamaah umroh atau haji. Sambil berkeliling tawaf dia mendekati jamaah haji Indonesia yang bersendiri atau kelompok kecil.
“Pak, Bu sudah cium Hajar Aswad belum?” tanyanya membuka pembicaraan. Apapun jawabannya, dia menawarkan bantuan. “Yuk saya bantu, saya tadi sudah. Sesama orang Indonesia kan harus bantu,” rayunya. “Sini, pegang pundak saya!” Kemudian mulailah dia dan kawannya beraksi.
Setelah selesai, Hanif baru menyingung soal infaq untuk jasanya. “Berapa saja seikhlasnya,” kata dia. Tapi kalau kekecilan dia akan meminta lagi. “Kita kan kerja berdua, pak,” katanya memelas.
Hanif bersyukur banyaknya orang yang berjibaku agar bisa mencium batu hitam dari surga ini menjadi peluang usaha buat dirinya dan teman-teman dari Indonesia.
Padahal sebenarnya, mencium Hajar Aswad bukanlah rukun umroh atau haji yang harus dikerjakan. Bahkan Umar bin Khatab bilang tidak akan menciumnya kalau bukan karena Rasulullah menciumnya.
Umar mendatangi Hajar Aswad kemudian menciumnya, maka ‘Umar rodhiAllahu ‘anhu berkata : “Sungguh aku mengetahui bahwasanya kamu benar-benar hanyalah sebuah batu yang tidak memberikan mudhorot dan juga tidak memberikan manfaat. Kalau seandainya aku tidak melihat bahwasanya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mencium kamu, maka aku tidak mau untuk mencium kamu.” (HR Muslim).