“Indonesia? Masya Allah. Apa Khabar?” Askar itu tersenyum riang dan tulus menyapaku yang baru pertama kali memasuki Masjid Nabawi Madinah yang agung. “Kabar baik, terima kasih,” kataku membalas senyum.
Masuk ke masjid, sebelum shalat aku mampir mengambil air Zamzam, sebuah suara lain menyapa lagi dengan ramah,” Indonesia? Masya Allah, Assalamualaikum!” Aku pun membalas salamnya dengan hangat, “Waalaikumsalam. Jazakallah akhi!”
Hari-hari berikutnya sapaan itu berulang dengan orang berbeda sehingga membuat penasaran, ada apa dengan Indonesia, kenapa banyak orang yang ramah menyapa kita sementara tidak ke jamaah negeri lain?
Tak menemukan jawabannya sendiri, saya bertanya kepada beberapa Muttowif Maghfirah Travel yang sedang bersekolah di Universitas Islam Madinah. “Karena orang Indonesia itu murah senyum dan mudah diatur,” kata ustad Halimi dengan senyumannya yang khas. Senyuman orang Indonesia yang tulus ikhlas. Mungkin senyuman seperti inilah yang membuat banyak orang senang dengan jamaah Indonesia. Senyuman khas Indonesia.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri juga data bahwa Indonesia adalah penyumbang jamaah haji terbesar setiap tahun, sahut Ustad Sam. Berdasarkan data Kementrian Agama, tahun ini saja jamaah haji Indonesia berjumlah 221.000 orang. “Jumlahnya besar tapi gampang diatur,” tambah komandan para Muttowif Maghfirah ini.
Ustad Halimi menambahkan, jamaah Indonesia juga terkenal senang bersedekah. Jumlahnya mungkin tak banyak tapi sering. Dengan jumlah jamaah yang banyak sekali, bisa dibayangkan minimal 10% jamaah saja bersedekah, sudah 22 ribuan orang.
Agar tambah yakin, saya mencoba kroscek dengan ustad Maghfirah yang sudah sejak tahun 1974 tinggal di Mekah, ustad Mahlian. Ustad asal Banjarmasin ini mengamini sekaligus menambahkan, jamaah haji Indonesia banyak yang melegenda di tanah suci, karena mereka dulu tak hanya berhaji namun juga mempelajari Islam secara serius. Sebut saja nama beberapa nama ulama besar, mulai dari Pangeran Diponegoro, hingga KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Hamka, dll.
Sepulang dari haji, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912, KH Wahid Hasyim, KH Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syamsuri membangun Nahdatul Ulama tahun 1926, Hamka menjadi ulama besar dan menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama tahun 1975.
Banyak imam masjid di tanah suci juga adalah keturunan Indonesia. Yang terakhir viral di kalangan netizen adalah Ashal Yantu bin Jumri Bakri Al Banjari. Dia saat ini menjadi imam di Masjid Birrul Walidain di Mekah dan menjadi imam tetap di sejumlah masjid di Mekah, antara lain Masjid Al-Bashawiri dan Masjid ‘Asyur Bukhari, Masjid Ar-Ridha, Masjid Syekh ibn Utsmain, dan Masjid Bin Laden.
Sejarah mencatat imam besar Masjidil Haram pernah dipegang oleh orang Indonesia di awal abad 19 dan awal abad 20. Ada tiga orang Indonesia yang pernah menjadi imam Masjidi Haram, yaitu Syaikh Junaid Al Batawi (1840), Imam Nawawi Al Bantani (1897), dan Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi (1916).
Beberapa tahun terakhir, beberapa ustadz dari Indonesia tetap mengharumkan nama Indonesia dengan mengisi kajian Islam berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi Madinah. Selama musim haji tahun ini misalnya, ada Ustad Firanda Andirja, Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah asal Sorong, Irian Jaya. Ada pula ustadz Abdullah Roy asal Yogyakarta, yang juga mahasiswa S3 di kampus yang sama.
Semoga kita atau anak-anak kita nantinya termasuk dalam golongan orang-orang alim dan saleh yang turut mengharumkan nama Indonesia yang membuat orang-orang di tanah suci Mekah dan Madinah berujar, “Indonesia, Masya Allah!”