Skip to main content
“Bapak kena PHK. Ini akan sulit. Uang kuliah kamu cari sendiri ya. Uang tabungan tersisa hanya untuk makan dan sekolah adikmu”. Itu ucapan bapak saat kena PHK tahun 1998. “Bagaimanapun sulitnya hidup kita, jangan lupa berdoa, jangan tinggalkan Shalat,” tambahnya lagi.
Kami banting stir. Ibu berjualan gado-gado. Bapak membantu berbelanja ke pasar. Saya bekerja jadi wartawan freelance. Dibayar per tulisan. Untuk jajan dan bayar kuliah. Gado-gado resesi itu, doa dan kesabaran membantu kami melewati krisis ekonomi lebih dari dua tahun itu dengan semangat dan gembira.
Kondisi ekonomi saat krisis moneter 1998/1999 memang buruk. Krisis menyebabkan banyak perusahaan gulung tikar sehingga angka pengangguran melonjak tinggi. Pada tahun 1998, tercatat sedikitnya 5,04 juta orang masuk dalam daftar pengangguran dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,46 persen. Indikator ekonomi lainnya ikut jatuh membuat ekonomi RI makin terjepit. Harga-harga barang naik tinggi memicu hiperinflasi 77,63 persen di 1998.
Resesi ekonomi di depan mata saat ini, mengingatkan saya kembali pada masa itu. BPS mencatat minus 1% itu sama dengan 500 ribu pengangguran. Snow ball efeknya panjang. Berat.
Saya mbrebes mili. Ingat perjuangan almarhum bapak. Seperti ini ternyata rasanya menghadapi resesi sebagai orang tua. Cemas, bercampur adrenalin. Seperti kata almarhum Bapak, hidup boleh susah, tapi enggak boleh putus asa dan gelap mata. Rumusnya hanya ini. Usaha, Doa (Shalat) dan Sabar.
Semangat, kawan-kawan! Badai pasti berlalu.
WeCreativez WhatsApp Support
Om Jojo is here to answer your questions.
👋 Hi, how can I help?