Aku terbangun. Kulihat layar monitor CCTV. Ada tamu. Ah paling paket, gumamku. Kubuka pintu dan bergegas menuju pagar rumah. Kumelirik ke tamu yang sedang bersandar di motornya. Wajahnya kukenal. Di mulutnya terjepit sebuah rokok kawung. “Bapak? Buang rokoknya, jangan merokok nanti saya lapor ke ibu,” ancamku. Bapak ku menjauh, membuang rokoknya.
“Kok tumben malam-malam begini, Pak?” tanyaku. Bapak diam saja. Aku bukakan gembok pagar, mempersilahkan Bapak masuk dan kembali ke dalam untuk melihat jam. Sudah malam tapi aku tidak tahu jam berapa ini.
Tiba-tiba aku terbangun. Ternyata barusan itu mimpi. Tapi jelas seperti nyata. Kucek layar CCTV. Sepi. Kubuka pintu depan. Mematikan mesin filter kolam ikan yang berisik. Kulirik ke luar pagar. Tak ada sosok Bapak dalam mimpi tadi. Aku berbisik pelan sekali, “Assalamualaikum. Monggo pinarak rumiyen, Pak (Bahasa Jawa halus artinya Mari silahkan masuk duduk dulu). Alhamdulillah saya sekeluarga baik-baik saja. Tia dan keluarga yang sedang sakit Covid-19. Sebaiknya Bapak berkunjung kesana saja.”
Kututup pintu rumah. Kulirik jam dinding. Pukul 00.15 WIB. Sudah larut malam rupanya. Kubacakan Al Fatihah untuk Bapak. Terimakasih sudah berkunjung, Pak. Saya kangen Bapak. Semoga Allah terima semua amal ibadah dan hapuskan dosa-dosa sehingga Bapak tenang dan lapang di alam barzakh. Aamiin.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).