Skip to main content

Oleh : Jojo S. Nugroho, M.Sos, CCM, CPR

Ketika para bapak pendiri bangsa sedang menyelesaikan penyusunan Undang-Undang Dasar pada Sabtu sore, 18 Agustus 1945, mereka menyadari keberadaan sejumlah wartawan yang berkumpul sejak pagi di luar ruangan, menantikan informasi tentang kelanjutan dari Proklamasi Kemerdekaan RI.

Maka, setelah sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Inkai, pada pukul 15.15 Ketua PPKI Ir. Soekarno berkata, “Menurut acara, tuan-tuan sekalian, maka kita akan membicarakan aturan-aturan peralihan, tetapi oleh karena pers menunggu suatu hal, yaitu ketentuan siapa yang dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Negara Indonesia, maka lebih dahulu daripada aturan peralihan akan saya bicarakan pasal 3*.

Sidang yang kemudian memilih Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI ini menjadi bukti kesadaran bangsa Indonesia tentang pentingnya hubungan dengan media (media relations) sebagai ujung tombak kehumasan. Penerapan kehumasan di Indonesia ternyata dipelopori oleh para bapak pendiri Republik Indonesia.

Sudiro, mantan pembantu urusan umum Sukarno, dalam bukunya berjudul Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945, menceritakan pengalamannya. Beberapa menit sebelum upacara pembacaan proklamasi dimulai, Sudiro melihat seorang lelaki tak dikenal duduk di beranda depan rumah Bung Karno. Para anggota Barisan Pelopor (BP) mencurigai laki-laki itu sebagai mata-mata militer Jepang, tetapi ternyata dia adalah wartawan Domei (kantor berita Antara di era Indonesia merdeka) bernama Suroto.

Berkat Suroto, berita tentang proklamasi diteruskan ke redaksi Domei. Selain itu, ada juga fotografer yang ikut serta meliput momen proklamasi. Alex Mendoer, kepala bagian foto dari Indonesia Pers Photo Service (IPPHOS), dan adiknya, Frans Soemarto Mendoer, seorang fotografer harian Asia Raya, berperan dalam mengabadikan momen bersejarah ini.

Soedarpo PR Officer Indonesia Pertama

Selama Perang Kemerdekaan, tindakan kehumasan RI diperluas baik kualitas maupun kuantitasnya. Ini termasuk penunjukan Soedarpo Sastrosatomo sebagai Public Relations Officer (PRO) di Kementerian Penerangan RI, terutama untuk mengelola hubungan dengan media.

Tugas ini kemudian dilanjutkan dengan tugas kehumasan yang lebih luas saat beliau berada di Amerika Serikat sebagai anggota Delegasi RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, dan selanjutnya sebagai diplomat pertama Kedutaan Besar RI di Washington D.C.

Pada saat itu, Radio Republik Indonesia (RRI) mengudarakan program dalam berbagai bahasa asing setiap hari, dilakukan beragam kegiatan untuk menciptakan citra baik di luar negeri, dan inisiatif “Beras untuk India” yang bertujuan membantu mengatasi kelaparan di India, meskipun Indonesia sendiri tidak mengalami surplus pangan.

Ini adalah tindakan kehumasan yang ditujukan untuk menjangkau semua pemangku kepentingan internasional dalam upaya menggalang dukungan publik sebanyak mungkin terhadap kemerdekaan Indonesia.

Perusahaan Migas Membawa Standar Kehumasan Global

Setelah Perang Kemerdekaan, penerapan kehumasan di institusi Indonesia dirintis oleh perusahaan-perusahaan minyak, yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM atau Shell), Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (Stanvac), dan Caltex Pacific Petroleum Maatschappij (Caltex). Sebagai perusahaan multinasional, mereka menerapkan konsep kehumasan yang telah menjadi tradisi manajemen di negara asal mereka.

Mereka merekrut jurnalis senior dari berbagai media massa, seperti S. Maimoen, R. Imam Sajono, dan Soedarso, untuk dijadikan sebagai PR Officer. Ini menjadi titik awal bagi Indonesia mengenal iklan institusional atau iklan korporat, yang bertujuan semata-mata menciptakan citra baik perusahaan minyak, meskipun produk minyak bumi (crude oil) yang diproduksikannya sebagian besar tidak dipasarkan di Indonesia.

Perusahaan negara dan Lembaga mengikuti. Dipelopori oleh NV. Garuda Indonesian Airways sejak tahun 1954, semua Perusahaan Negara, khususnya bank-bank dan perusahaan niaga milik Belanda yang diambil alih pada tahun 1957, memiliki “Bagian Hubungan Masyarakat.”

Pada tahun 1955, Jawatan Kepolisian Negara tercatat menjadi pelopor institusi Pemerintah RI yang memiliki “Bagian Hubungan Masyarakat.”

Langkah ini segera disusul oleh RRI, walaupun institusi sipil maupun militer lainnya tetap mempertahankan konsep “Unit Penerangan” sepanjang Pemerintahan Orde Lama. Sejak tahun 1960, sebagian besar masyarakat Indonesia lebih akrab dengan akronim purel singkatan dari public relations ketimbang humas.

Pendidikan Tinggi Humas dan Doktor Komunikasi Pertama

Dari sisi pendidikan, pada tahun 1964, Universitas Padjadjaran (UNPAD) memelopori membuka Fakultas Hubungan Masyarakat, dikelola oleh Yayasan Universitas Dr. Moestopo (Bandung). Meski demikian, gelar doktor Ilmu Komunikasi Massa pertama di Indonesia diraih Alwi Dahlan (alm), setelah dia menyelesaikan pendidikan ke Stanford University, di California untuk meraih gelar Master of Arts (M.A.) bidang ilmu komunikasi massa tahun 1962.

Sebagai peletak batu pertama ilmu komunikasi di Indonesia, maka Alwi Dahlan didaulat sebagai Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia.

Selain Unpad yang berstatus Fakultas, pendidikan kehumasan di banyak perguruan tinggi Indonesia lainnya sampai sekarang tetap berstatus sebagai “jurusan,” “program,” atau “studi,” pendidikan kehumasan nir-gelar untuk mencetak praktisi kehumasan profesional tingkat madya (D3) diawali oleh Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1996 (Saat ini menjadi Vokasi Humas UI).

Perhumas Indonesia Berdiri

Organisasi kehumasan mulai didirikan sejak tahun 1970. Praktisi kehumasan Indonesia sudah mengenal adanya International Public Relations Association (IPRA), sebuah wadah profesi yang saat itu berkedudukan di Jenewa. Walaupun persyaratan keanggotaan sudah dapat dipenuhi oleh beberapa praktisi Indonesia, mereka sepakat untuk terlebih dahulu mendirikan wadah profesi tingkat nasional sebelum menjadi anggota IPRA. Pada saat itu, negara-negara lain di Asia Tenggara sudah lama memiliki organisasi kehumasan nasional.

Tekad ini mendorong didirikannya Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) pada tanggal 15 Desember 1972. Para anggota pendirinya antara lain Marah Joenoes (Pertamina), R Imam Sajono (Stanvac), Wisaksono Noeradi (Caltex), Soedjoko Hoedionoto (Shell), M. Alwi Dahlan (Inscore Zecha), Temmy Graciano (Granada), M. Ridwan (Presko), Hadjiwibowo (Unilever), Roy Tjia Heng An (Goodyear), Jahja Daeng Nompo (Hotel Indonesia), Mahiddin (UI), Sumadi (Departemen Penerangan), Nana Sutresna (Departemen Luar Negeri), Soemrahadi (Angkatan Bersenjata RI), Hoedioro (Kepolisian RI), Wardiman Djojonegoro (DKI), dan Feisal Tamin (Departemen Dalam Negeri).

Perhumas dipimpin berturut-turut oleh Marah Joenoes (1972-77), M Alwi Dahlan (1977-81), Wisaksono Noeradi (1981-89), Teddy Kharsadi (1989-00), August Parengkuan (2000-02), Indrawadi Tamin (2002-04), Rusli Simanjuntak (2004-07), dan Muslim Basya (2007-2011), Prita Kemal Gani (2011-2014), Agung Laksamana (2014-2017) dan (2017-2020), dan terkini Boy Kelana Soebroto (2021-2024).

EGA Orang Indonesia Pertama Ketua IPRA

Sejak sejumlah praktisi Indonesia menjadi anggota IPRA pada tahun 1973, Indonesia selalu diakui dalam setiap World Public Relations Congress (diadakan setiap tiga tahun) maupun event IPRA lainnya. Para praktisi Indonesia juga terlibat dalam berbagai kegiatan kepengurusan IPRA. Wisaksono Noeradi menjadi orang Indonesia pertama pada tahun 1988 yang diundang World Public Relations Congress untuk menyajikan makalah. Pokok bahasannya mengenai perjalanan selama 10 tahun tatanan informasi dan komunikasi dunia yang baru (new world information and communication order) berjudul “NWICO: the Decade After.

Dalam lomba tahunan “IPRA World Golden Award” yang diselenggarakan mulai tahun 1990 untuk memilih pengelolaan kasus kehumasan terbaik sedunia, peserta-peserta Indonesia berhasil memperoleh empat Certificate of Excellence (1994), dua Gold Medal (2002 dan 2003), serta Honorary Mention (2005).

Elizabeth Gunawan Ananto atau sering disingkat EGA pada 12 September 2007 terpilih sebagai IPRA President masa bakti 2010. Ia menjadi orang Indonesia pertama dan perempuan ketiga yang dipercayakan mengemban tugas itu.

Setelah diupayakan selama lebih dari 20 tahun akibat selalu terganjal kewajiban menerima kehadiran delegasi Israel, artinya pada tahun 2007 akhirnya Indonesia menjadi tuan rumah IPRA Conference yang diadakan setahun sekali bergiliran antar negara.

Berdirinya FAPRO

Dalam pertemuan di Kuala Lumpur pada tanggal 26 Oktober 1977, Perhumas bersama Institut Perhubungan Raya Malaysia (IPRM), Public Relations Society of the Philippines (PRSP), Institute of Public Relations Singapore (IPRS), dan Samakan Nak Pracha Samphan Haeng Patesthai (Public Relations Society of Thailand) mendirikan Federation of ASEAN Public Relations Organizations (FAPRO). Kebersamaan Perhumas dan Bakohumas untuk mewakili Indonesia tidak terbatas dalam pengiriman delegasi ke 1 ASEAN Public Relations Congress (Manila, 1978) saja tetapi juga penyelenggaraan 2 ASEAN Public Relations Congress (Jakarta, 1981) Indonesia, Malaysia, dan Singapura memprakarsai diaktifkannya kembali FAPRO mulai tahun 2004.

Setelah menjadi awak kapal “Phinisi Nusantara” yang berlayar mengarungi Samudra Pasifik ke Vancouver, Kanada, dan sukses menjalankan tugas sebagai Public Relations Director Anjungan RI di World Expo 1986 Vancouver, Bondan Winarno dianugerahi Satya Lencana Pembangunan RI bidang kehumasan. Hingga saat ini, dia satu-satunya orang Indonesia yang menerima penghormatan demikian.

Kegiatan Bondan Winarno dalam kehumasan untuk RI dilakukannya lagi sebagai anggota Tim “Citra Kita,” sebuah istimewa komite, yaitu para warga negara yang peduli terhadap masalah-masalah bangsa bersama Bakri Hasan Sadikin, D.H. Assegaf, Nana Sutresna, Paigun Tadjudin. Setiawan, dan Wisaksono membantu Menteri Penerangan M. Alwi Dahlan (1997-1998).

Pranata Humas Muncul, Bakohumas Berdiri

Sementara itu di pemerintahan, kedudukan pejabat kehumasan Departemen (maupun lembaga tinggi negara non-departemen) oleh Menteri Negara Penertiban dan Pendayagunaan Aparatur Negara mulai tahun 1974 dibakukan, yaitu Eselon III. Beberapa tahun kemudian, Departemen Dalam Negeri meningkatkan ketentuan ini menjadi Eselon II.

Sejarah awal mulanya keberadaan Pranata Humas menurut informasi beberapa mantan pejabat Kementerian Kominfo, bahwa Pranata Humas sudah dimulai dengan keberadaan fungsional Juru Penerang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jupen.

Sebagai wadah koordinatif kehumasan Pemerintah pada tingkat pusat maupun daerah, didirikan Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) yang di tingkat pusat secara fungsional diketuai oleh Direktur Pembinaan Humas (Departemen Penerangan).

Kini seiring dengan perkembangan zaman, maka Jupen tidak ada lagi dan ditetapkan satu jabatan fungsional yang tugasnya dikhususkan untuk pelayanan informasi dan kehumasan. Jabatan itu dinamakan Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat atau yang lebih dikenal Pranata Humas.

Sejarah mencatat pada tanggal 10 Oktober 2003 Jabatan Fungsional Pranata Humas ditetapkan dalam suatu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 117/KEP/M.PAN/10/2003 tentang Jabatan Fungsional Pranata Humas dan Angka Kreditnya.

Namun melihat dinamika pekerjaan yang dilakukan Pranata Humas dari waktu ke waktu, maka pada tahun 2005 terjadilah perubahan peraturan dengan menetapkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/109/M/PAN/11/2005 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya.

Dua kali perubahan peraturan tersebut membuat PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Pranata Humas semakin semangat, karena semua pekerjaan yang dilakukan pada bidang kehumasan terus mendapat apresiasi positif di lingkungan instansi kementerian,lembaga dan daerah. Selama 9 tahun peraturan tersebut bertahan dengan berbagai dinamika yang terjadi saat itu.

Namun pada tahun 2014 perkembangan dunia kehumasan terus mengalami perubahan dan kemajuan. Terlebih banyak pekerjaan kehumasan yang sifatnya lebih banyak berkegiatan menghasilkan suatu produk kehumasan bukan saja mendampingi dan melayani pimpinan atau pekerjaan protokoler.

Jabatan Pranata Humas Humas dituntut untuk mampu merencanakan kegiatan kehumasan, menganalisa suatu isu yang terjadi di masyarakat maupun media dan harus mampu membuat penelitian-penelitian tentang kehumasan. Melihat hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Pranata Humas, memandang perlu dilakukan perubahan peraturan. Maka pada tanggal 10 Januari 2014 ditetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Humas dan Angka Kreditnya.

Dalam Jabatan Fungsional Pranata Humas ada dua jenjang jabatan yakni Jenjang Keterampilan dan Jenjang Keahlian. Untuk Jenjang Keterampilan terdiri dari Pranata Humas Pelaksana Pemula, Pranata Humas Pelaksana Lanjutan, Pranata Humas Pelaksana dan Pranata humas Penyelia.

Sementara itu untuk Jenjang Keahlian terdiri dari Pranata Humas Pertama, Pranata Humas Muda dan Pranata Humas Madya. Sementara untuk jenjang utama belum ada, diharapkan mulai tahun 2024 ini dibuka jenjang tersebut.

Konsultan Kehumasan Berkolaborasi dalam APPRI

Menjawab kebutuhan jasa kehumasan, pada tahun 1972 lahir PT Idnscore Zecha, biro konsultan kehumasan Indonesia yang pertama, dipimpin oleh M Alwi Dahlan. Biro-biro konsultan nasional kemudian bermunculan dan bersaing dengan biro-biro konsultan Singapura atau Hongkong yang menjual jasa kehumasan di Indonesia secara langsung atau melalui biro-biro periklanan. Sejak 1970, selama 20 tahun, National Development Information Office (NDIO) dengan kantor-kantor di Jakarta dan New York mendukung pelaksanaan strategi kehumasan Pemerintah RI di luar negeri.

Seiring bertambahnya konsultan jasa kehumasan, untuk melengkapi wadah profesi kehumasan, pada tanggal 10 April 1987 berdiri Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) yang wadah biro konsultan Indonesia. Dipimpin berturut-turut oleh R. Imam Sajono, Miranti Abidin, Maria Wongsonagoro, dan Ahmad Fuad Afdal.

Setelah kepimpinan Fuad Afdal, APPRI vacuum cukup lama dan akhirnya digerakkan kembali pada tahun 2015 oleh beberapa CEO Agency PR dan mengangkat Tipuk Satiotomo (Prominent PR) sebagai Ketua Umum.

Tipuk digantikan oleh Jojo Suharjo Nugroho (Founder Imogen PR dan CEO Imajin PR & Research) hingga dua periode (2017-2020) dan (2020-2023) yang mengangkat kiprah APPRI kembali ke kancah industri kehumasan di tanah air dan melalui masa sulit pandemi. Jojo digantikan Sari Soegondo (CEO ID Comm) untuk masa jabatan 2024-2027.

Setelah kelahiran APPRI, di tahun 2000-an, tepatnya 11 November 2003 lahir organisasi baru, Public Relations Society of Indonesia (PRSI), dipimpin oleh August Parengkuan hingga 2007, kemudian dilanjutkan oleh Magdalena Wenas, organisasi profesi yang tergabung dalam Global Alliance for Public Relations and Communication Management.

BEJ Lahirkan Kehumasan di Perusahaan Terbuka, Corporate Secretary

Pembukaan Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1977 (kemudian juga Surabaya) dan akhirnya pada tahun 2008 digabungkan menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkenalkan Indonesia kepada kegiatan kehumasan yang baru, yaitu penawaran awal kepada publik (initial public offering, IPO). Untuk memastikan bahwa kepentingan publik senantiasa diperhatikan oleh perusahaan yang bersangkutan, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pada tahun 1994 menetapkan bahwa kehumasan perusahaan terdaftar (listed company, perusahaan terbuka, Tbk) harus menjadi tugas sekretaris korporat (corporate secretary).

Era Reformasi juga membawa tradisi baru dalam praktik kehumasan di Indonesia, yaitu kampanye kehumasan untuk partai politik (parpol) dan tokoh politik.

Tahapan pertumbuhan contemporary public relations di Indonesia terbukti memang sejalan dengan kecanggihan manajemen bisnis di Tanah Air. Dimulai dengan kegiatan hubungan dengan media, berturut-turut meluas mencakup hubungan dengan khalayak internal, hubungan dengan pemerintah (government relations), hubungan dengan lembaga negara, pembinaan komunitas sekitar (community development), reputation management (termasuk crisis management dan issue management), komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication), initial public offering (IPO), dan akhirnya hubungan dengan investor, hubungan dengan konsumen.

Usia kehumasan di Indonesia memang setua usia Republik Indonesia. Dirintis penerapannya oleh para bapak bangsa dan selanjutnya selama tahun berhasil diterapkan dan dikembangkan oleh generasi penerus sejalan dengan praktik-praktik global.

**Sumber :

*. RIsalah sidang BPUPKI/PPKI, Sekretariat Negara RI, 1992, halaman 327

Sudiro (pengarang). (1975). Pengalaman saya sekitar 17 Agustus 1945 / oleh Sudiro. Jakarta : Yayasan Idayu

https://docplayer.info/74396354-63-tahun-kehumasan-indonesia.html#google_vignette

https://www.perhumas.or.id/tentang-perhumas/

https://historia.id/politik/articles/tiga-jurnalis-peliput-proklamasi-Dpgm1/page/1

https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20200817/Foto-Proklamasi-di-Tangan-Mendur-Bersaudara/

dan sumber-sumber lainnya.

WeCreativez WhatsApp Support
Om Jojo is here to answer your questions.
👋 Hi, how can I help?