Trial by Social Media
Trial by Social Media Belajar dari Kasus Gus Miftah dan Penjual Es Teh
Media sosial bukan lagi sekadar tempat berbagi cerita atau foto, tetapi telah berubah menjadi ruang pengadilan modern. Kasus Gus Miftah yang viral karena celetukannya menghina tukang es teh menjadi bukti nyata bagaimana opini publik di media sosial dapat berubah menjadi tekanan luar biasa. Apakah ini bentuk keadilan baru atau justru jebakan emosional yang bisa direkayasa?
Dalam teori komunikasi “Agenda Setting”, media berperan besar menentukan isu yang menjadi perhatian publik. Di era digital, media sosial mengambil alih peran ini dengan kecepatan dan jangkauan yang tak tertandingi. Satu komentar, satu video, cukup untuk memicu gelombang opini yang mengarah pada fenomena trial by social media.
Kasus Gus Miftah, misalnya, dimulai dari sebuah ucapan yang dianggap merendahkan profesi pedagang kecil. Dalam hitungan jam, video tersebut menjadi viral, memicu ribuan komentar yang menuntut permintaan maaf hingga desakan agar ia mundur dari posisinya. Algoritma memperkuat penyebaran, sementara netizen menjadi hakim tanpa ruang untuk klarifikasi yang memadai.
Namun, apakah ini adil? Dalam keganasan opini publik, fakta sering kali tertinggal, digantikan oleh narasi yang lebih emosional. Akhirnya, yang tersisa adalah tekanan kolektif yang sulit dilawan oleh siapa pun yang menjadi subjeknya. Dalam konteks brand, ini juga sering terjadi. David vs Golliath. Brand selalu salah, dan tokoh publik tidak boleh salah. David dkk netizennya menjadi ratu adil.
Apakah media sosial telah mengambil alih fungsi keadilan, atau kita hanya membangun budaya “hukum jalanan digital”? No Viral, No Justice!
Bagaimana seharusnya kita bersikap saat menghadapi isu viral seperti ini? Bisakah tekanan publik dilawan dengan praktik Dark PR, mengerahkan buzzer dan influencer? Diluar soal etika, tentu ini mahal dan juga tidak ada jaminan berhasil saat melawan opini massa. Atau menyerah saja pada arus agenda setting dan akhirnya divonis bersalah dan diadili publik? Menurut Anda, apa ini sudah benar, atau harusnya bagaimana?